Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Tuesday, July 20, 2010

KITA BISA MULAI DARI ANGKE!

Oleh : Anjar Titoyo

Pernahkah kalian tahu dimana kawasan konservasi di Jakarta? Jangan salah, Jakarta juga punya loh. Kawasan konservasi ini bernama Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA). Walaupun tidak seluas Taman Nasional Gunung Halimun Salak, namun masih memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. SMMA merupakan kawasan konservasi yang terkecil di negeri ini. Meski kecil peranannya ternyata cukup penting bagi kehidupan.


Di sini kita masih bisa menjumpai berbagai macam kehidupan, baik flora maupun fauna. Mulai dari monyet ekor panjang (Macaca fasicularis), berbagai jenis burung endemik, biawak, ular hingga tumbuhan bakau yang beragam. Semuanya berpadu menjadi satu bentuk kawasan ekologis yang tanpa disadari ternyata telah menopang Jakarta, kota yang enggak pernah lepas dari masalah lingkungan.


Tapi sayangnya, meskipun penting banget buat kehidupan, nyatanya masyarakat Jakarta masih belum memahami dan peduli dengan keberadaan SMMA. Kerusakan kian hari kian serius dan mencerminkan kondisi lingkungan Jakarta yang makin parah.


Kerusakan yang paling ekstrem sekali terlihat dari dermaga. Di sana, kita bisa jumpai Kali Angke yang mengalir melintasi SMMA yang berwarna hitam, penuh sampah, dan bau busuknya menyengat. Sampai-sampai sebagian pengunjung bila menghirup baunya akan merasakan mual hingga muntah.


Cobalah mengarungi dan berpetualang di Kali Angke dengan perahu. Kerusakan lingkungan itu ada di depan mata. Sampah dimana-mana, terkadang mengganggu baling-baling perahu.


Di Jakarta ribuan ton sampah mengalir setiap harinya dari sungai-sungai. Akhirnya, lepas kelautan luas hingga ratusan mil di Teluk Jakarta. Lautan sampah juga akan dengan mudah dijumpai di Kepulauan Seribu.


Sampah-sampah yang mengalir ke laut itu membuat ekosistem Teluk Jakarta rusak parah. Para nelayan Jakartalah yang terkena imbasnya. Mereka kini terpaksa mencari ikan jauh hingga ke tengah laut bahkan bisa sampai di luar wilayah Jakarta. Belum lagi hasil tangkapan mereka yang sudah tercemar yang lagi-lagi menurunkan pendapatan mereka.


Pada musim hujan, disaat debit air tinggi, sampah akan terbawa air sungai masuk ke SMMA dan akhirnya nyangkut diantara tanaman bakau. Kalu sudah begitu, biasanya para sukarelawan, aktivis lingkungan hidup dan dibantu masyarakat sekitar mulai menyingsingkan lengan baju.


Tidak jauh dari SMMA, kita akan jumpai pemukiman-pemukiman kumuh disepanjang bantaran kali. Kondisi perekonomian yang serba pas-pasan membuat mereka memanfaatkan langsung air kali untuk kebutuhan sehari-hari. Mengolah ikan, mencuci, mandi bahkan mengkonsumsinya untuk minum dan masak!


Padahal kondisi air kali itu tercemar dan diperparah dengan adanya jajaran WC “helikopter” disepanjang bantaran. Namun, bukan cuma limbah rumah tangga yang dibuang langsung ke sungai, melainkan juga buangan industri kecil di sekitarnya. Akibatnya, air sungaipun berwarna hitam dengan busa yang menutupi seluruh permukaan sungai.


Masalah lingkungan di Jakarta memang sudah sangat ekstrem. Tapi jangan pernah saling menyalahkan satu sama lain karena itu buah dari kecongkakan dan kesombongan kita sendiri sebagai manusia.


Jangan pula bergantung pada satu elemen masyarakat atau pemerintah saja untuk membenahinya. Ini kewajiban kita bersama sebagai manusia yang berbudi dan berakhlak mulia.


Langkah terbaik yang bisa dilakukan, yaitu tumbuhkan kepedulian pada lingkungan dari tiap individu walau sekecil apapun. Kita memang bisa mulai dari mana saja, tetapi kita tak bisa menundanya hingga esok.


Dari Angke kita bisa berbuat, sebelum semuanya terlanjur musnah!



*) Artikel “Kita Bisa Mulai dari Angke”, diterbitkan di rubrik “Tentang”, Media Indonesia, tanggal 22 Agustus 2007.


link terkait : http://jgm.or.id/v1/2007/09/kita-bisa-mulai-dari-angke/