Menelusuri selintas jalan di kota tua
Sebelum tiba di shelter busway
Kubagi cerita untuk mengisi kesunyian
Di antara kegelisahan malam
Masih saja mata-mata sinis memandang
Seolah iri dengan kebahagian yang aku miliki
Padahal bulan saja tersenyum lihat kami berduaan
Dengannya di sini
Aku duduk tepat di sampingnya
Ada senandung damai yang kurasa
Membisik tajam di celah telingaku
Aku tidak berani melihat waktu yang terus menghitung
Karena itu akan membuatku semakin takut untuk berpisah
Sementara dia, terus saja menebar cerita
Dan aku hanya bisa menatap seraut wajah sang perawan
Sesungguhnya hanya ada satu kata yang ingin ku ungkap
Sebelum damai ini segera berlalu
Tapi setiap hasrat itu muncul
Tak cukup nyali aku untuk mengatakannya
Sungguh…
Aku malu pada purnama yang melihat kami dari balik jendela
Aku malu pada monas yang berhias cahaya
Aku malu pada anggunnya tarian air mancur
Dan aku malu pada kejantanan kereta kuda sang Arjuna
Tapi sebelum malu terlanjur larut
Sebelum laju tiba ditujuan
Sebelum aku malu pada gagahnya Jenderal Sudirman
Dan sebelum waktu mengakhiri segala
Ku gadaikan rasa malu yang dulu begitu mahal
Ku pertaruhkan harga diri yang dulu pernah berjaya
Hanya untuk dia bunga surgawi
Yang tak pernah layu di hati
Pada tangan mungilnya yang lembut
Menjadi saksi kesungguhan yang tersirat
Untuk ku isyaratkan rasa tulus dari hati terdalam
Tentang sebuah kata…. Sarangeyo
Busway Koridor I, 23 November 2007
Anjar Titoyo
Anjar Titoyo