Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Friday, November 23, 2007

SARANGEYO

Langkah-langkah kecil yang tercipta beriring
Menelusuri selintas jalan di kota tua
Sebelum tiba di shelter busway
Kubagi cerita untuk mengisi kesunyian

Di antara kegelisahan malam
Masih saja mata-mata sinis memandang
Seolah iri dengan kebahagian yang aku miliki
Padahal bulan saja tersenyum lihat kami berduaan

Dengannya di sini
Aku duduk tepat di sampingnya
Ada senandung damai yang kurasa
Membisik tajam di celah telingaku

Aku tidak berani melihat waktu yang terus menghitung
Karena itu akan membuatku semakin takut untuk berpisah
Sementara dia, terus saja menebar cerita
Dan aku hanya bisa menatap seraut wajah sang perawan

Sesungguhnya hanya ada satu kata yang ingin ku ungkap
Sebelum damai ini segera berlalu
Tapi setiap hasrat itu muncul
Tak cukup nyali aku untuk mengatakannya

Sungguh…
Aku malu pada purnama yang melihat kami dari balik jendela
Aku malu pada monas yang berhias cahaya
Aku malu pada anggunnya tarian air mancur
Dan aku malu pada kejantanan kereta kuda sang Arjuna

Tapi sebelum malu terlanjur larut
Sebelum laju tiba ditujuan
Sebelum aku malu pada gagahnya Jenderal Sudirman
Dan sebelum waktu mengakhiri segala

Ku gadaikan rasa malu yang dulu begitu mahal
Ku pertaruhkan harga diri yang dulu pernah berjaya
Hanya untuk dia bunga surgawi
Yang tak pernah layu di hati

Pada tangan mungilnya yang lembut
Menjadi saksi kesungguhan yang tersirat
Untuk ku isyaratkan rasa tulus dari hati terdalam
Tentang sebuah kata…. Sarangeyo


Busway Koridor I, 23 November 2007
Anjar Titoyo

RASA DARI BALIK HATI

Malam ini dalam sepi
Ada rindu yang tersembunyi
Terbalut hati yang selalu berdusta kepada cinta
Menjadi batu dalam asmara bisu

Pada gerbang kesunyian
Aku coba dengar suara hati
Meski berulang kali selalu saja ku menyangkal
Bukan itu….

Ketika dini hendak menyapa
Ku sisakan senyap dalam ruang rindu
Kini semua tersudut pada situasi haru
Tuk mengenang, tuk mengakui

Aku kian larut pada waktu yang tersisa
Mengoyak sisi batinku yang lugu
Untuk selalu bertahan dari setiap yang berlalu
Meski sesal akhirnya tak juga habis tergadai

Aku tau pasti ketika fajar nanti datang
Semua harapanku akan hilang tersapu pagi
Ketika nanti dia tak lagi ada disampingku
Menyisakan sesal akan rasa yang tak terungkap

Jakarta, 23 November 2007
Anjar Titoyo

Monday, November 19, 2007

BUNGA TERINDAH

Dulu aku tak tau arti bunga
Tak pernah sedikitpun ku hiraukan keberadaannya
Tak pernah juga ku coba untuk merawatnya
Karena memang aku tak mahir untuk itu
Aku telah lupa masa itu
Ketika sekuntum bunga tak sengaja telah tumbuh di ladang hatiku
Akupun tak pernah mencoba untuk menyirami atau memupuknya
Karena aku yakin suatu saat pasti kan layu juga
Tapi sekuntum bunga kini telah tumbuh liar hingga ke setiap sudut hati ini
Menyulap ladang hatiku yang gersang menjadi hamparan bunga yang indah
Menebarkan harum hingga ke setiap celah hatiku
Hingga akhirnya akupun terlena
Terlena akan keindahannya
Akan harumnya
Akan damai yang kurasa ketika berada di tengah hamparan bunga yang luas
Dan menggugah pandanganku tentang bunga
Kini tak berani lagi tuk ku babat habis bunga itu
Tak juga berani aku untuk memetiknya walau hanya sekuntum
Karena bunga ini begitu berarti bagiku
Jakarta, 19 November 2007
Anjar Titoyo